Selasa, 03 Maret 2015

Keripik Kecoa

[​IMG]
Oleh : Linggar Maretva

Satu persatu bungkus plastik telah terisi, terisi dengan keripik singkong sederhana ala Desi yang “katanya” rasanya bikin ketagihan. Langsung saja bungkus plastik dia rapatkan dengan lilin. Hari ini tugasnya membuat keripik banyak sekali, Desi harus membuat keripik singkongnya dengan cepat dan hati – hati dengan llilinnya. Tugas membuat keripiknya menumpuk karena ia harus mengemban tugas lain yang lebih penting yaitu tugas kuliah. Ya, Desi merupakan seorang mahasiswi dari universitas terkenal yang memiliki pekerjaan sampingan sebagai pembuat keripik singkong. Keripik singkong ini biasa ia distribusikan ke warung warung terdekat dari rumahnya. Walau ditengah kesibukan kuliahnya, ia tetap menyempatkan diri untuk tetap melanjutkan pekerjaan sampingannya ini. Suatu keberuntungan juga bagi Desi karena rumahnya dekat dengan kampus. Jadi waktu akan lumayan longgar untuk Desi bekerja.
Desi lantas kepikiran dengan kejadian kemarin. Desi terlambat mendistribusikan keripiknya kepada salah satu warung yang biasa ia distribusikan, yaitu warung Bu Inah, nasib baik bagi Desi karena Bu Inah memiliki perangai yang sangat baik dan sangat dermawan. Bu Inah memaklumi keterlambatan distribusi Desi karena kesibukan kuliahnya. Bahkan ia memberikan ongkos yang seharusnya belum ia berikan kepada Desi untuk membeli bahan – bahan yang diperlukan untuk membuat keripiknya, Karena kebetulan dompet Desi sedang kanker (kantong kering) karena digunakan untuk biaya kuliahnya.
“Aaaaaaaaaaaaa!!!!” Sedang asyiknya melamun, tiba – tiba Desi menjerit kaget lantaran ada seekor kecoa menari – nari di sekitar keripik yang ia buat. Instingnya sebagai perempuaan membuat Desi takut akan kecoa. Langsung saja ia ke ruangan belakang dekat kamar mandi untuk mengambil sapu. Namun kecoa itu telah menghilang setelah Desi kembali. Sebenarnya Desi masih merasa was-was jikalau kecoa itu datang lagi, tapi ia malah cuek saja dan kembali melanjutkan pekerjaannya membungkus keripik.
Hatinya berdebar kencang, keringat menetes dari dahi. Ia tidak sadar siapa yang sedang dihadapinya sekarang, seorang jagoan kelas yang sangat ditakuti oleh seluruh murid. Perangainya yang sombong dan sangat nakal yang membuatnya dijuluki preman sekolah. Ia tidak hanya nakal pada teman satu kelasnya saja. Bahkan dia berani dengan adik kelasnya, walaupun umurnya belum genap 9 tahun. Namanya Zaki. Ia seringkali mencari mangsa teman satu kelas untuk dipalak untuk membeli jajan, Ia tidak segan menghajar anak yang tidak mau memberikan uang kepadanya, karena ia tidak sendirian, tetapi rombongan dengan teman premannya. Kali ini Zaki beraksi di tempat biasa, di sudut jalan kampung yang sepi. Dan jatahnya kali ini adalah Ian, seorang anak yang sangat polos dan lumayan pintar.
“Cepetan kasih uangmu sekarang! Kalo enggak aku hajar nih.” Gertak zaki.
Ian hanya terdiam. Dalam hati ia ingin teriak minta tolong, tapi apa daya tidak ada seorangpun yang lewat jalan ini. Selain rasa takut karena Zaki adalah preman sekolah, dia juga sangat disayang ayahnya. Pak Darmo, seorang bapak yang sangat sayang kepada anaknya. Karena tidak ingin terlalu lama dan menghindari kejadian yang lebih buruk, akhirnya Ian memberikan uangnya. Kebetulan uangnya tinggal seribu. Sudah dia habiskan untuk membeli pensil di koperasi.
“Yaelah, cuman segini aja lama amat ngasihnya. Udah pergi sana!” akhirnya Zaki mengusir Ian.
Ian langsung berlari menjauh dari tempat itu. Kembali ke habitatnya, di rumahnya.
“Uang segini sih cuma bisa buat beli jajan 1 doang. Jatah kalian kapan – kapan aja ya.” Kata Zaki kepada teman satu genk-nya.
“Yaelah bos, kalo tau gini mending kita pulang aja dari tadi.” Akhirnya mereka pulang.
Zaki langsung pergi ke warung Bu Inah untuk membeli keripik singkong kesukaanya. Ia nikmati keripik singkong itu sambil jalan pulang ke rumah. “Wuaaaaa!!!” tiba-tiba Zaki kaget dan langsung membanting bungkus keripik singkong yang ada di tangannya. Dia tidak sengaja menemukan kecoa yang masih hidup di dalamnya. Ternyata kecoa itu adalah kecoa yang kemarin mengganggu Desi ketika membungkus keripik. Zaki langsung berlari ke rumah sambil menangis karena ketakutan dan rasa trauma. Ia langsung ceritakan kejadian itu pada ayahnya yang sangat menyayanginya. Pak Darmo yang terkenal pemarah langsung pergi ke warung Bu Inah bersama anak kesayangannya, Zaki.
“Bu Inah!!! Apa-apaan ini??? Anak saya menangis karena ada kecoa di dalam keripik singkong yang ibu jual.” Seru Pak Darmo sambil marah – marah.
“Saya tidak tau pak, saya hanya menjual dari distributor.” Kata Bu Inah polos.
“Saya tidak mau tau, pokoknya ganti rugi!!!” Pak Darmo membentak.
Bu Inah sebenarnya sudah tahu kalau itu keripik dari Desi, karena distributor keripik singkong di warungnya cuma dia seorang. Karena tidak mau memperpanjang masalah dan tidak ingin menyalahkan Desi, maka Bu Inah memberikan uang kompensasi kepada Pak Darmo. Lagipula, harganya cuma seribu. Pak Darmo langsung pulang kembali dengan wajah yang merah. Karena rasa malunya sudah marah – marah seperti itu hanya dibayar seribu perak.
Desi yang baru saja membeli bahan – bahan keripik kebetulan lewat di depan warung Bu Inah. Karena keributan tadi, Desi langsung menemui Bu Inah. Dan menanyakan apa yang terjadi. Bu Inah menolak untuk menceritakan, namun karena Desi memaksa, akhirnya Bu Inah ceritakan dengan tertawa cekikikan. Desi juga sesekali tertawa namun agak ditahan karena juga merasa bersalah. Akhirnya Desi meminta maaf kepada Bu Inah.
“Saya minta maaf bu, atas kecerobohan saya. Saya benar - benar lalai dan tidak tahu menahu tentang bagamana kecoa itu masuk ke bungkus keripik saya. Saya benar – benar minta maaf bu.” Desi meminta maaf kepada Bu Inah.
“Ah, tidak usah dipikirkan nak Desi, bukan apa – apa. Cuma salah saya yang tidak memperhatikan jajan yang saya dagangkan. Lagipula bukan kejadian yang besar. Malah lumayan ada humor di siang bolong yang terik dan panas ini.” Bu Inah menghibur Desi.
“Bu Inah ini baik sekali bu. Terima kasih sudah baik kepada saya. Dan saya sekali lagi meminta maaf atas kecerobohan saya, saya berjanji tidak akan mengulanginya lagi.” Desi berjanji.
“Iya nak, sudah tidak usah dipikirkan lagi.”
“Ya sudah bu, saya mau pulang. Pekerjaan belum selesai, hehe” Desi pamit
“Iya nak silahkan.” Tutup Bu Inah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar